Sabtu, 28 Januari 2012

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN)




TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+
METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN)


I . PENGANTAR
Penginderaan jauh adalah ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek , daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979 ). Sedangkan Sutanto , 1986 mengatakan penafsiran citra pemginderaan jauh berupa penegnalan obyek dan elemen yang tergambar pada citra penginderaan jauh serta penyajiaanya ke dalam bentuk peta tematik.
Penginderaan jauh Sistem satelit
Sistem Satelit

Sistem satelit dalam penginderaan jauh tersusun atas pemindai (scanner) dengan dilengkapi sensor pada wahana (platform) satelit, dan sensor tersebut dilengkapi oleh detektor.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Penyiam merupakan sistem, perolehan data secara keseluruhan termasuk sensor dan detektor.
  • Sensor merupakan alat untuk menangkap energi dan mengubahnya ke dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam bentuk yang sesuai dengan informasi yang ingin disadap.
  • Detektor merupakan alat pada sistem sensor yang merekam radiasi elektromagnetik.
Sistem Satelit Landsat
Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat.
Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai Landsat 3, generasi ini merupakan satelit percobaan (eksperimental) sedangkan satelit generasi kedua (Landsat 4 dan Landsat 5) merupakan satelit operasional (Lindgren, 1985), sedangkan Short (1982) menamakan sebagai satelit penelitian dan pengembangan (Sutanto, 1994). Satelit generasi pertama memiliki dua jenis sensor, yaitu penyiam multi spektral (MSS) dengan empat saluran dan tiga kamera RBV (Return Beam Vidicon).
Satelit generasi kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MSS dan sensor Thematic Mapper (TM). Perubahan tinggi orbit menjadi 705 km dari permukaan bumi berakibat pada peningkatan resolusi spasial menjadi 30 x30 meter untuk TM1 - TM5 dan TM7 , TM 6 menjadi 120 x 120 meter. Resolusi temporal menjadi 16 hari dan perubahan data dari 6 bits (64 tingkatan warna) menjadi 8 bits (256 tingkatan warna). Kelebihan sensor TM adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran terutama dititikberatkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi tabel (2.1) Terakhir kalinya akhir era 2000- an NASA menambahkan penajaman sensor band pankromatik yang ditingkatkan resolusi spasialnya menjadi 15m x 15m sehingga dengan kombinasi didapatkan citra komposit dengan resolusi 15m x 15 m.
Tabel 2.1 Saluran Citra Landsat TM
 Saluran
Kisaran
Gelombang (µm)
Kegunaan Utama
1
0,45 – 0,52
Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan.
2
0,52 – 0,60
Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat
3
0,63 – 0,69
Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil
4
0,76 – 0,90
Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.
5
1,55 – 1,75
Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah.
6
2,08 – 2,35
Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.
7
10,40 – 12,50
Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.
8
Pankromatik
Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang

Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1979 dengan modifikasi)
Karakteristik Data Landsat TM
Data Landsat TM (Thematic Mapper) diperoleh pada tujuh saluran spektral yaitu tiga saluran tampak, satu saluran inframerah dekat, dua saluran inframerah tengah, dan satu saluran inframerah thermal. Lokasi dan lebar dari ketujuh saluran ini ditentukan dengan mempertimbangkan kepekaannya terhadap fenomena alami tertentu dan untuk menekan sekecil mungkin pelemahan energi permukaan bumi oleh kondisi atmosfer bumi.
Jensen (1986) mengemumakan bahwa kebanyakan saluran TM dipilih setelah analisis nilai lebihnya dalam pemisahan vegetasi, pengukuran kelembaban tumbuhan dan tanah, pembedaan awan dan salju, dan identifikasi perubahan hidrothermal pada tipe-tipe batuan tertentu.

Data TM mempunyai proyeksi tanah IFOV (instantaneous field of view) atau ukuran daerah yang diliput dari setiap piksel atau sering disebut resolusi spasial. Resolusi spasial untuk keenam saluran spektral sebesar 30 meter, sedangkan resolusi spasial untuk saluran inframerah thermal adalah 120 m (Jensen,1986).

II. PENAFSIRAN CITRA SECARA VISUAL
Dasar Teori
Penafsiran citra visual dapat didefiniskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya ( howard, 1991 ). Penafsiran citra merupakan kegiatan yang didasarkan pada deteksi dan identifikasi obyek dipermukaan bumi pada citra satelit landsat TM7+. Dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsure-unsur utama spectral dan spasial serta kondisi temporalnya.

Teknik penafsiran
Teknik penafsiran citra penginderaan jauh diciptakan agar penafsir dapat melakukan pekerjaan penafsiran citra secara mudah dengan mendapatkan hasil penafsiran pada tingkat keakuratan dan kelengkapan yang baik.
Menurut Sutanto, teknik penafsiran citra penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan komponen penafsiran yang meliputi:
  1. data acuan
  2. kunci interpretasi citra atau unsur diagnostic citra
  3. metode pengkajian
  4. penerapan konsep multi spectral

1.  Data acuan
Data acuan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan kecermatan seorang penafsir, data ini bisa berupa laporan penelitian, monografi daerah, peta, dan yang terpenting disini data diatas dapat meningkatkan local knowledge pemahaman mengenai lokasi penelitian.
2.   Kunci interpretasi citra atau unsur diagnostic citra
Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud disini adalah :
Rona / warna
Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona bagian tepi yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra ( enhacement) . Rona merupakan tingkat / gradasi keabuan yang teramati pada citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya elektromagnetik sehingga akan nampak lebih hitam disbanding obyek yang relative lebih kering.
Warna merupakan ujud yang yang tampak mata dengan menggunakan spectrum sempit, lebih sempit dari spectrum elektromagnetik tampak ( Sutanto, 1986). Contoh obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan rona , perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menciptakan citra multispektral.
Bentuk
Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh . Bentuk mempunyai dua makna yakni :
a. bentuk luar / umum
b. bentuk rinci atau sususnana bentuk yang lebih rinci dan spesifik.
Ukuran
Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak , luas , tinggi, lereng dan volume (sutanto, 1986). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang ditempati oleh kelompok individu.
Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra ( Kiefer, 1979). Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986). Contoh hutan primer bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur halus.
Pola
Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendiskripsikan tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsure penting untuk membedakan pola alami dan hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet , kelapa sawit sanagt mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak tanam yang seragam.
Bayangan
Bayangan merupakan unsure sekunder yang sering embantu untuk identifikasi obyek secara visual , misalnya untuk mengidentifikasi hutan jarang, gugur daun, tajuk ( hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi ataupun foto udara)
Situs
Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Sirtus bukan cirri suatu obyek secara langsung, teapi kaitanya dengan factor lingkungan. Contoh hutan mangrove selalu bersitus pada pantai tropic, ataupun muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut ( estuaria).
Asosiasi (korelasi )
Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan tumbuh pada kondisi habita yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek dengan obyek lainnya. Contoh permukiman kita identik dengan adanya jaringan tarnsportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan. Konvergensi bukti Dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsure diagnostic citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan karena semakin banyak unsure diagnostic citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya untuk sampai pada suatu kesimpulan suatu obyek tertentu. Konsep ini yang sering disebut konvergensi bukti. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
5
Konsep konvergensi ini dapat diterapkan pada proses penafsiran citra Landsat Tm7+ dimana para penafsir memulai pertimbangan umu dilanjutkan ke pertimbangan khusus pada suatu obyek.

3.  Metode pengkajian
Penafsiran citra pj lebih mudah apabila dimulai dari pengkajian dengan pertimbangn umum ke pertimbangan khusus / lebih spsifik dengan metode konvergensi bukti.

4.  Penerapan konsep multispektral
Konsep ini menganjurkan untuk menggunakan beberapa alternative penggunaan beberapa band secara bersamaan. Kegunaannya adalah untuk memudahkan interpretasi dengan mempertimbangkan kelebihan masing masing penerapan komposit band tersebut.
Pada citra dengan komposit band 543, dapat dengan mudah dibedakan antara obyek vegetasi dengan non vegetasi, obyek bervegetasi dipresentasikan dengan warna hijau, tana kering dengan warna merah, komposist ini paling popular untuk penerapan di bidang kehutanan (Departemen kehutanan).
Citra dengan komposit band 432, mempunyai kelebihan untuk membedakan obyek kelurusan seperti jalan dan kawasan perkotaan. Jaringan jalan dipresentasikan dengan warna putih.

Citra dengan komposit band 543, mempunyai kelebihan mudah untuk membedakan obyek yang mempunyai kandungan air atau kelembapan tinggi. Obyek dengan tingkat kelembapan atau kandungan air tinggi akan dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras. Contoh obyek tambak akan tampak berwarna biru kehitaman dengan bentuk kotak teratur., komposit ini membantu dalam pembedaan hutan rawa dengan hutan lahan kering, sawah dengan padi tua ataupun sawah dengan awal penanaman.
Penafsiran Citra
Penafsiran citra secara visual memliki arti hubungan interaktif (langsung) dari penafsir dengan citra, artinya ada prose perunutan dari penafsir untuk mengenalai obyek hingga prose pendeliniasian batas obyek untuk medefiniskan obyek tersebut. Penafsiran citra secara manual pada awalnya dengan cara deliniasi obyek pada citra cetak kertas (hardcopy) yang telah dilakukan preprocessing lebih dulu. Perkembangan tehnologi hardware dan software memungkinkan penafsiran langsung dikomputer dengan metode on screen digitize. Meskipun memanfaatkan computer. Metode ini masih termasuk interpretasi secara manual. Hasil dari metode ini adalah data kalsifikasi tematik dalam format vector. Kodifikasi data ( encoding) dapat secara langsung dilakukan. Sehingga metode ini sering dikenal juga metode penafsiran interaktif.
Kelebihan dari metode ini adalah penafsir dapat memperhitungkan konsteks spasial wilaya pada saat penafsiran dengan melibatkan lebih dari satu elemen ( unit lahan, bentuk lahan, local knowledge dll) yang tidak mungkin dapat dilakukan dengan metode klasifikasi digital secara langsung. Keuntungan kedua adalah metode ini cocok untuk daerah pada ekuator yang banyak tertutup awan.
Ada dua factor yang harus diperhatikan pada metode ini yakni
1.  Kaidah perbesaran ( Zooming)
Tingkat ketelitian pemetaan disesuaikan dengan tingkat skala yang digunakan . semakin besar skala pemetaannya semakin rinci informasi yang harus disajikan dan sebaliknya. Penafsiran manual sangat tergantung dari visualisasi citra. Berbeda dengan penafsiran digital yang tidak memperhitungkan skala.
Dimensi citra landsat Tm 7+ dapat memberikan ketelitian samapai skala 1 : 50.000. Satu hal yang menjadi kelemahan metode ini adalah ;luas visualisasi monitor computer, dimana semakin besar skala visualisasi semakin kecil luas citra yang tergambarkan begitu pula sebaliknya. Konsekuensi dari hal ini adalah kegiatan melakukan penggeseran visual citra setiap kali berpindah lokasi interpretasi. Dalam praktek ini skal visualisasi diupayakan maksimal 1 : 50.000 , hal ini untuk menjaga kualitas hasil penafsiran .

2.  Kartografi pemetaan dalam penafsiran citra..
  Akurasi geometric pemetaan melaui penafsiran citra ditentukan oleh dua hal yakni :
- akurasi geometrik citra
- akurasi deliniasi antar obyek yang dipeetakan.
Akurasi geometric ditentukan oleh koreksi geometris yang dilakukan pada citra.
Akurasi deliniasi ditentukan oleh penafsir , apabila kedua hal ini telah dilakukan kaidah kartografis yang harus diperhatikan adalah ukuran luas polygon yang yang harus dideliniasi.
Luasan sangat tergantung pada tujuan skala pemetaan yang direncanakan. Proses ini dikenal dengan nama generalisasi pemetaan. Aturannya menentukan luas polygon terkecil adalah 0,5 x 0,5 x skala pemetaan.

Berikut adalah skala generalisasi pemetaan pada tiap skala peta :
a. Skala pemetaan 1 : 50.000 luas polygon terkecil 1, 25 ha
b. Skala pemetaan 1 : 100.000 luas polygon terkecil 2, 5 ha
c. Skala pemetaan 1 : 250.000 luas polygon terkecil 6, 25 ha


Daftar Pustaka
  • Dulbahri, 1985. Interpretasi Citra Untuk survey Vegetasi. Puspics – Bakorsurtanal – UGM, Yogyakarta.
  • Lillesand and Kiefer, 1993. Remote Sensing And Image Interpretation, Jhon Villey and Sons, New York.
  • Lo, C.P, 1986. Penginderan Jauh Terapan, UI- Press, Jakarta.
  • Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
  • Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid II, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Selamat Membaca



Aplikasi Citra landsat pada GIS


Aplikasi Citra landsat pada GIS

Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji. Komponen dasar suatu sistem pengindearaan jauh lokal ditunjukkan dengan adanya suatu sumber tenaga yang seragam, atsmosfer yang tidak mengganggu, sensor sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu, berbagai penggunaan data.


penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Tujuan utama penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya.keberhasilan terapan penginderaan jauh meningkat cukup berarti dengan menggunakan pendekatan multi pandang (multiple view) untuk pengumpulan data. Cara ini dapat meliputi penginderaan multi tingkat (multi stage) dimana data suatu daerah kajian dikumpulkan dari berbagai tinggi terbang. Dapat pula dengan penginderaan multispektral (multi spectral) dimana data diperoleh pada beberapa saluran spektral secara bersama-sama. Atau dapat juga dengan penginderaan multi waktu (multi temporal) dimana data suatu daerah dikumpulkan dengan lebih dari satu tanggal pemotretan..
Citra Landsat
Satelit penginderaan jauh yang sering digunakan adalah untuk melihat penutupan lahan adalah satelit Landsat. Citra landsat komposit warna cocok digunakan untuk menduga cakupan lahan dan penggunaannnya. Salah satu sensor dari satelit landsat adalah sensor TM (Thematic Mapper), yang memiliki resolusi spasial 30 x 30 meter dengan karakteristik tertentu.
Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Proses pengklasifikasian klasifikasi terbimbing dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok, kemudian dilakukan perhitungan statistik terhadap contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi.
Pada klasifikasi tidak terbimbing, pengklasifikasian dimulai dengan pemeriksaan seluruh pixel dan membagi kedalam kelas-kelas berdasarkan pada pengelompokkan nilai-nilai citra seperti apa adanya. Hasil dari pengklasifikasian ini disebut kelas-kelas spektral. Kelas-kelas spektral tersebut kemudian dibandingkan dengan kelas-kelas data referensi untuk menentukan identitas dan nilai informasi kelas spektral tersebut.
Penggunaan Citra Landsat TM Pada Sistem Informasi Geografis
Citra satelit dan foto udara merupakan hasil dari penginderaan jauh yang dapat diintegrasikan ke dalam SIG dengan beberapa cara. Cara pengintegrasian tersebut dapat ditempuh dengan foto udara discan, digitasi peta rupa bumi, menggunakan perangkat lunak pengolah citra dan datanya dikonversi ke dalam format SIG, atau langsung menggunakan perangkat lunak SIG seteah citra di digeoreferensi. Hasilnya dapat berupa data ektor maupun data raster.
Data vektor adalah objek yang diwakili oleh titik-titik, garis dan poligon yang mempunyai sistem koordinat kartesius, sedangkan data raster berupa satuan homogen terkecil yang disebut piksel, setiap piksel menyatakan luasan perrmukaan bumi suatu lokasi. Pemilihan citra satelit dan model data yang akan digunakan tergantung kepada kebutuhan pengguna SIG. Semakin tinggi resolusi dari citra yang ada maka akan semakin baik kenampakan data spasial yang dihasilkan.
Saat ini semakin banyak sistem satelit penginderaan jarak jauh yang telah membuat kemajuan yang sangat spektakuler di bidang penginderaan jauh, sehingga menghasilkan data input untuk SIG. Data input SIG dapat beragam jenis formatnya. Salah satu contohnya adalah informasi yang diperoleh melalui pemanfaatan penginderaan jauh baik berupa hasil interpretasi foto udara maupun dari penerapan metode citra digital yang dikonversikan ke dalam teknologi SIG. Dengan berbasis kepada georeference dalam SIG, dimungkinkan adanya penggabungan beragam informasi, baik data spasial maupun deskriptif.
Data digital yang diterima dari penginderaan jauh melalui satelit dan yang diperoleh langsung dari terapan klasifikasi citra satelit secara digital biasanya berbentuk format raster. Sementara data input SIG melelui digitasi berbentuk vektor. Dengan teknologi SIG, perbedaan tersebut dapat dimanfaatkan dalam menganalisis penutupan dan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Satelit yang dapat menghasilkan peta citra diantaranya adalah Lansat TM. Data Landsat TM diolah dengan menggunakan software ERDAS Imagine versi 8.5. Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisis citra adalah dengan mengadakan koreksi-koreksi dari citra tersebut dengan menggunakan peta rupa bumi digital yang telah dibuat terlebih dahulu. Koreksi geometris dengan menggunakan peta acuan ini hanya dilakukan pada salah satu data citra Landsat TM. Koreksi untuk citra yang lain dilakukan dengan cara koreksi dari citra ke citra. Proses resampling nilai digital citra asli ke dalam citra terkoreksi menggunakan metode nearest neighbourhood interpolation.Penentuan lokasi penelitian (cropping) dilakukan pada kawasan yang akan kita lakukan kajian, misalnya DAS.
Untuk tahapan selanjutnya adalah melakukan klasifikasi secara digital dengan menggunakan Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised Classification) dan Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) berdasarkan kunci interpretasi penutupan/penggunaan lahan yang telah dimodifikasi. Penutupan/penggunaan lahan tersebut yakni: hutan, perkebunan, sawah, semak belukar, ladang/tegalan, build up, lahan kosong, air, awan dan bayangan awan.

Analisis Citra

Analisis Citra
Berikut akan disampaikan dengan singkat pengantar pengolahan citra, yang terdiri dari pengenalan terminologi dasar bagi pengolahan citra serta konsep dari beberapa langkah yang paling umum dilalui dalam pengolahan citra. Setelah data dikumpulkan dan dikirimkan ke stasiun penerima, data tersebut harus diproses dan diubah ke dalam format yang bisa diinterpretasi oleh peneliti. Untuk itu data harus diproses, ditajamkan dan dimanipulasi. Teknik-teknik tersebut disebut pengolahan citra.
  1. Mengubah Data Menjadi Citra
Data citra satelit dikirim ke stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Unit terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner, 0 atau 1. Kumpulan dari data sejumlah 8 bit data adalah sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai dari 0 – 255. Dalam hal citra digital nilai level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan byte ini dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan disebut citra digital 8-bit.
  1. Karakteristik Citra
    • Pixel
Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra satelit. Angka numerik (1 byte) dari pixel disebut digital number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (gray scale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra. Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk gray scale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang bervariasi. Untuk PJ, skala yang dipakai adalah 256 shade gray scale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Dua gambar di bawah ini menunjukkan derajat keabuan dan hubungan antara DN dan derajat keabuan yang menyusun sebuah citra.

Untuk citra multispectral, masing masing pixel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7, masing-masing pixel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut color composites. Gambar di bawah ini menunjukkan composite dari beberapa band dari potongan Landat 7 dan pixel yang menyusunnya.

    • Contrast
Contrast adalah perbedaan antara brightness relatif antara sebuah benda dengan sekelilingnya pada citra. Sebuah bentuk tertentu mudah terdeteksi apabila pada sebuah citra contrast antara bentuk tersebut dengan backgroundnya tinggi. Teknik pengolahan citra bisa dipakai untuk mempertajam contrast. Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis).
Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi geografi tertentu, ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data. Data dari dua citra atau lebih pada lokasi yang sama bisa dikombinasikan secara matematis untuk membuat composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived products, bisa dihasilkan dengan beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN).
    • Resolusi
Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan yang dimiliki oleh sebuah citra. Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah pixel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra. Pada citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai resolusi 1 km, masing-masing pixel mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran 1x1 km. Bentuk yang lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km. Landsat 7 menghasilkan citra dengan resolusi 30 meter, sehingga jauh lebih banyak detail yang bisa dilihat dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. Resolusi adalah hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan terutama dalam hal aplikasi, waktu, biaya, ketersediaan citra dan fasilitas komputasi. Gambar berikut menunjukkan perbandingan dari 3 resolusi citra yang berbeda.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra dalam hal hambatan-hambatan untuk melakukan interpretasi dan klasifikasi yang diperlukan. Beberapa faktor penting, terutama untuk aplikasi kehutanan tropis adalah:
      • Tutupan awan. Terutama untuk sensor pasif, awan bisa menutupi bentuk-bentuk yang berada di bawah atau di dekatnya, sehingga interpretasi tidak dimungkinkan, Masalah ini sangat sering dijumpai di daerah tropis, dan mungkin diatasi dengan mengkombinasikan citra dari sensor pasif (misalnya Landsat) dengan citra dari sensor aktif (misalnya Radarsat) untuk keduanya saling melengkapi.
      • Bayangan topografis. Metode pengkoreksian yang ada untuk menghilangkan pengaruh topografi pada radiometri belum terlalu maju perkembangannya.
      • Pengaruh atmosferik. Pengaruh atmosferik, terutama ozon, uap air dan aerosol sangat mengganggu pada band nampak dan infrared. Penelitian akademis untuk mengatasi hal ini masih aktif dilakukan.
      • Derajat kedetailan dari peta tutupan lahan yang ingin dihasilkan. Semakin detail peta yang ingin dihasilkan, semakin rendah akurasi dari klasifikasi. Hal ini salah satunya bisa diperbaiki dengan adanya resolusi spectral dan spasial dari citra komersial yang tersedia.
Setelah citra dipilih dan diperoleh, langkah-langkah pemrosesan tidak terlalu tergantung sistem sensor dan juga software pengolahan citra yang dipakai. Berikut ini akan kami sampaikan dengan singkat beberapa langkah yang umum dilakukan, akan tetapi detail dari teknik dan ketrampilan menggunakan hanya bisa diperoleh dengan praktek langsung dengan menggunakan sebuah citra dan software pengolahan citra tertentu. Langkah-langkah dalam pengolahan citra:
      • Mengukur kualitas data dengan descriptive statistics atau dengan tampilan citra.
      • Mengkoreksi kesalahan, baik radiometric (atmospheric atau sensor) maupun geometric.
      • Menajamkan citra baik untuk analisa digital maupun visual.
      • Melakukan survei lapangan.
      • Mengambil sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran akurasi dari hasil klasifikasi.
      • Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data.
      • Menginterpretasikan hasil.
Mengamati citra pada layar adalah proses yang paling efektif dalam mengidentifikasi masalah yang ada pada citra, misalnya tutupan awan, kabut, dan kesalahan sensor. Citra bisa ditampilkan oleh sebuah komputer, baik per satu band dalam hitam dan putih maupun dalam kombinasi tiga band, yang disebut komposit warna. Mata manusia hanya bisa membedakan 16 derajat keabuan dalam sebuah citra, tetapi bisa membedakan berjuta juta warna yang berbeda. Oleh karena itu, teknik perbaikan/enhancement citra yang paling sering digunakan adalah memberi warna tertentu kepada nilai DN tertentu (atau kisaran dari DN tertentu) sehingga meningkatkan kontras antara nilai DN tertentu dengan pixel di sekelilingnya pada suatu citra.

Sebuah citra true color adalah citra dimana warna yang diberikan kepada nilai-nilai DN mewakili kisaran spektral sebenarnya dari warna-warna yang digunakan pada citra. False color adalah teknik dimana warna-warna yang diberikan kepada DN tidak sama dengan kisaran spektral dari warna-warna yang dipilih. Teknik ini memungkinkan kita untuk memberi penekanan pada bentuk-bentuk tertentu yang ingin kita pelajari menggunakan skema pewarnaan tertentu. Pada contoh dari false color di bawah ini yang dibuat dengan komposit 432 dari citra Landsat 7, vegetasi muda, yang memantulkan near IR, terlihat merah terang. Kegiatan pertanian yang terkonsentrasi akan mudah dideteksi dengan adanya warna merah terang.

Kalau kita buat plot antara DN dan derajat keabuan untuk setiap pixel, garis yang terbentuk menggambarkan bentuk hubungan antara keduanya. Hubungan linier (seperti contoh di bawah ini) menunjukkan bahwa DN dan juga keabuan tersebar merata dalam kisaran nilai 0-255 pada citra

Permasalahan dengan hubungan linier seperti ini adalah bahwa nilai DN dari bentuk-bentuk yang ingin kita tonjolkan mungkin terkonsentrasi pada kisaran kecil, sehingga derajat keabuan yang diberikan kepada nilai DN di luar daerah yang ingin kita tonjolkan sebenarnya tidak terpakai. Untuk memperbaiki kontras dari bagian citra yang kita inginkan kita bisa memakai kurva perbaikan yang didefinisikan secara matematis. Kurva ini akan menyebarkan ulang nilai derajat keabuan yang paling sering dipakai sehingga menonjolkan kisaran DN tertentu.

Pemakaian kurva untuk menonjolkan bentuk tertentu dan juga pemilihan 3 band dari sebuah citra multispektral untuk dikombinasikan dalam sebuah citra komposit memerlukan pengalaman dan ‘trial and error’, karena setiap aplikasi perlu menekankan bentuk yang berbeda dalam sebuah citra.
Sebelum sebuah citra bisa dianalisa, biasanya diperlukan beberapa langkah pemrosesan awal. Koreksi radiometric adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan dihilangkan. Biasanya koreksi ini mengubah nilai DN yang terkena efek atmosferik. Data tambahan yang dikumpulkan pada waktu yang bersamaan dengan diambilnya citra bisa dipakai sebagai alat kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometric. Selain itu koreksi geometric juga sangat penting dalam langkah awal pemrosesan. Metode ini mengkoreksi kesalahan yang disebabkan oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit. Koreksi geometric adalah proses dimana titik-titik pada citra diletakkan pada titik-titik yang sama pada peta atau citra lain yang sudah dikoreksi. Tujuan dari koreksi geometri adalah untuk meletakkan elemen citra pada posisi planimetric (x dan y) yang seharusnya.
Satu langkah pemrosesan penting yang paling sering dilakukan pada pengolahan citra adalah klasifikasi, dimana sekumpulan pixel dikelompokkan menjadi kelas-kelas berdasarkan karakteristik tertentu dari masing-masing kelas. Terutama untuk proses klasifikasi, survei lapangan sangat diperlukan. Pada umumnya hasil klasifikasi inilah yang akan menjadi input yang sangat berharga bagi SIG untuk diolah dan diinterpretasi bersama layer-layer data yang lain.


http://visit.geocities.com/visit.gif?&r=http%3A//www.geocities.com/yaslinus/pj_03.html&b=Netscape%205.0%20%28Windows%3B%20en-US%29&s=1280x800&o=Win32&c=32&j=false&v=1.2setstats1