TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT
LANDSAT TM7+
METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN)
I .
PENGANTAR
Penginderaan jauh
adalah ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek , daerah
atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979 ). Sedangkan Sutanto ,
1986 mengatakan penafsiran citra pemginderaan jauh berupa penegnalan obyek dan
elemen yang tergambar pada citra penginderaan jauh serta penyajiaanya ke dalam
bentuk peta tematik.Penginderaan jauh Sistem satelit
Sistem Satelit
Sistem satelit dalam penginderaan jauh tersusun atas pemindai (scanner) dengan dilengkapi sensor pada wahana (platform) satelit, dan sensor tersebut dilengkapi oleh detektor.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
- Penyiam merupakan sistem, perolehan data secara keseluruhan termasuk sensor dan detektor.
- Sensor merupakan alat untuk menangkap energi dan mengubahnya ke dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam bentuk yang sesuai dengan informasi yang ingin disadap.
- Detektor merupakan alat pada sistem sensor yang merekam radiasi elektromagnetik.
Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai Landsat 3, generasi ini merupakan satelit percobaan (eksperimental) sedangkan satelit generasi kedua (Landsat 4 dan Landsat 5) merupakan satelit operasional (Lindgren, 1985), sedangkan Short (1982) menamakan sebagai satelit penelitian dan pengembangan (Sutanto, 1994). Satelit generasi pertama memiliki dua jenis sensor, yaitu penyiam multi spektral (MSS) dengan empat saluran dan tiga kamera RBV (Return Beam Vidicon).
Satelit generasi kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MSS dan sensor Thematic Mapper (TM). Perubahan tinggi orbit menjadi 705 km dari permukaan bumi berakibat pada peningkatan resolusi spasial menjadi 30 x30 meter untuk TM1 - TM5 dan TM7 , TM 6 menjadi 120 x 120 meter. Resolusi temporal menjadi 16 hari dan perubahan data dari 6 bits (64 tingkatan warna) menjadi 8 bits (256 tingkatan warna). Kelebihan sensor TM adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran terutama dititikberatkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi tabel (2.1) Terakhir kalinya akhir era 2000- an NASA menambahkan penajaman sensor band pankromatik yang ditingkatkan resolusi spasialnya menjadi 15m x 15m sehingga dengan kombinasi didapatkan citra komposit dengan resolusi 15m x 15 m.
Tabel 2.1 Saluran Citra Landsat TM
Saluran
|
Kisaran
Gelombang (µm) |
Kegunaan
Utama
|
1
|
0,45
– 0,52
|
Penetrasi tubuh
air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan
vegetasi dan lahan.
|
2
|
0,52
– 0,60
|
Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada
saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini
dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman
sehat terhadap tanaman yang tidak sehat
|
3
|
0,63
– 0,69
|
Saluran terpenting untuk membedakan jenis
vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil
|
4
|
0,76
– 0,90
|
Saluran yang
peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan
pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air.
|
5
|
1,55
– 1,75
|
Saluran penting
untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan
tanah.
|
6
|
2,08
– 2,35
|
Untuk
membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.
|
7
|
10,40
– 12,50
|
Klasifikasi
vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan
keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.
|
8
|
Pankromatik
|
Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata
ruang
|
Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1979 dengan modifikasi)
Data Landsat TM (Thematic Mapper) diperoleh pada tujuh saluran spektral yaitu tiga saluran tampak, satu saluran inframerah dekat, dua saluran inframerah tengah, dan satu saluran inframerah thermal. Lokasi dan lebar dari ketujuh saluran ini ditentukan dengan mempertimbangkan kepekaannya terhadap fenomena alami tertentu dan untuk menekan sekecil mungkin pelemahan energi permukaan bumi oleh kondisi atmosfer bumi.
Jensen (1986) mengemumakan bahwa kebanyakan saluran TM dipilih setelah analisis nilai lebihnya dalam pemisahan vegetasi, pengukuran kelembaban tumbuhan dan tanah, pembedaan awan dan salju, dan identifikasi perubahan hidrothermal pada tipe-tipe batuan tertentu.
Data TM mempunyai proyeksi tanah IFOV (instantaneous field of view) atau ukuran daerah yang diliput dari setiap piksel atau sering disebut resolusi spasial. Resolusi spasial untuk keenam saluran spektral sebesar 30 meter, sedangkan resolusi spasial untuk saluran inframerah thermal adalah 120 m (Jensen,1986).
II. PENAFSIRAN CITRA SECARA VISUAL
Penafsiran citra visual dapat didefiniskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya ( howard, 1991 ). Penafsiran citra merupakan kegiatan yang didasarkan pada deteksi dan identifikasi obyek dipermukaan bumi pada citra satelit landsat TM7+. Dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsure-unsur utama spectral dan spasial serta kondisi temporalnya.
Teknik penafsiran
Teknik penafsiran citra penginderaan jauh diciptakan agar penafsir dapat melakukan pekerjaan penafsiran citra secara mudah dengan mendapatkan hasil penafsiran pada tingkat keakuratan dan kelengkapan yang baik. Menurut Sutanto, teknik penafsiran citra penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan komponen penafsiran yang meliputi:
- data acuan
- kunci interpretasi citra atau unsur diagnostic citra
- metode pengkajian
- penerapan konsep multi spectral
1. Data
acuan
Data acuan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan
kecermatan seorang penafsir, data ini bisa berupa laporan penelitian, monografi
daerah, peta, dan yang terpenting disini data diatas dapat meningkatkan local
knowledge pemahaman mengenai lokasi penelitian.
2. Kunci interpretasi citra atau unsur diagnostic citra
Pengenalan obyek merupakan bagian vital
dalam interpretasi citra. Untuk itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat
diperlukan dalam analisis memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik
obyek pada citra dapat digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan
unsur interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud disini adalah :
Rona / warna
Rona / warna
Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer
terhadap suatu obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk
identifikasi batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut
tingkatan rona bagian tepi yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik
penajaman citra ( enhacement) . Rona merupakan tingkat / gradasi keabuan yang
teramati pada citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih.
Permukaan obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya elektromagnetik
sehingga akan nampak lebih hitam disbanding obyek yang relative lebih kering.
Warna merupakan ujud yang yang tampak mata dengan
menggunakan spectrum sempit, lebih sempit dari spectrum elektromagnetik tampak
( Sutanto, 1986). Contoh obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar
hijau dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan
rona , perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali
obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menciptakan citra
multispektral.
Bentuk
Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh . Bentuk mempunyai dua makna yakni :
a. bentuk luar / umum
b. bentuk rinci atau sususnana bentuk yang lebih rinci dan spesifik.
Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh . Bentuk mempunyai dua makna yakni :
a. bentuk luar / umum
b. bentuk rinci atau sususnana bentuk yang lebih rinci dan spesifik.
Ukuran
Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain
bentuk dan letak. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak , luas ,
tinggi, lereng dan volume (sutanto, 1986). Ukuran merupakan cerminan penyajian
penyajian luas daerah yang ditempati oleh kelompok individu.
Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra (
Kiefer, 1979). Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil,
tekstur sering dinyatakan kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986).
Contoh hutan primer bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman
padi bertekstur halus.
Pola
Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk
mendiskripsikan tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan
keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia
dan beberapa obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsure penting untuk
membedakan pola alami dan hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan
karet , kelapa sawit sanagt mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak
tanam yang seragam.
Bayangan
Bayangan merupakan unsure sekunder yang sering embantu
untuk identifikasi obyek secara visual , misalnya untuk mengidentifikasi hutan
jarang, gugur daun, tajuk ( hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi
ataupun foto udara)
Situs
Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap
factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu
obyek. Sirtus bukan cirri suatu obyek secara langsung, teapi kaitanya dengan
factor lingkungan. Contoh hutan mangrove selalu bersitus pada pantai tropic,
ataupun muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut ( estuaria).
Asosiasi (korelasi )
Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam
dan tumbuh pada kondisi habita yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat
suatu obyek dengan obyek lainnya. Contoh permukiman kita identik dengan adanya
jaringan tarnsportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan.
Konvergensi bukti Dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya
digunakan unsure diagnostic citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan
karena semakin banyak unsure diagnostic citra yang digunakan semakin menciut
lingkupnya untuk sampai pada suatu kesimpulan suatu obyek tertentu. Konsep ini
yang sering disebut konvergensi bukti. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
5
Konsep konvergensi ini dapat diterapkan pada proses penafsiran
citra Landsat Tm7+ dimana para penafsir memulai pertimbangan umu dilanjutkan ke
pertimbangan khusus pada suatu obyek.
3. Metode
pengkajian
Penafsiran citra pj lebih mudah apabila dimulai dari
pengkajian dengan pertimbangn umum ke pertimbangan khusus / lebih spsifik
dengan metode konvergensi bukti.
4. Penerapan
konsep multispektral
Konsep ini menganjurkan untuk menggunakan beberapa alternative
penggunaan beberapa band secara bersamaan. Kegunaannya adalah untuk memudahkan
interpretasi dengan mempertimbangkan kelebihan masing masing penerapan komposit
band tersebut.
Pada
citra dengan komposit band 543, dapat dengan mudah dibedakan antara obyek
vegetasi dengan non vegetasi, obyek bervegetasi dipresentasikan dengan warna
hijau, tana kering dengan warna merah, komposist ini paling popular untuk
penerapan di bidang kehutanan (Departemen kehutanan).
Citra dengan komposit band 432, mempunyai kelebihan untuk membedakan obyek kelurusan seperti jalan dan kawasan perkotaan. Jaringan jalan dipresentasikan dengan warna putih.
Citra dengan komposit band 432, mempunyai kelebihan untuk membedakan obyek kelurusan seperti jalan dan kawasan perkotaan. Jaringan jalan dipresentasikan dengan warna putih.
Citra
dengan komposit band 543, mempunyai kelebihan mudah untuk membedakan obyek yang
mempunyai kandungan air atau kelembapan tinggi. Obyek dengan tingkat kelembapan
atau kandungan air tinggi akan dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap
secara kontras. Contoh obyek tambak akan tampak berwarna biru kehitaman dengan
bentuk kotak teratur., komposit ini membantu dalam pembedaan hutan rawa dengan
hutan lahan kering, sawah dengan padi tua ataupun sawah dengan awal penanaman.
Penafsiran Citra
Penafsiran citra secara
visual memliki arti hubungan interaktif (langsung) dari penafsir dengan citra,
artinya ada prose perunutan dari penafsir untuk mengenalai obyek hingga prose
pendeliniasian batas obyek untuk medefiniskan obyek tersebut. Penafsiran citra
secara manual pada awalnya dengan cara deliniasi obyek pada citra cetak kertas
(hardcopy) yang telah dilakukan preprocessing lebih dulu. Perkembangan
tehnologi hardware dan software memungkinkan penafsiran langsung dikomputer dengan
metode on screen digitize. Meskipun memanfaatkan computer. Metode ini masih termasuk
interpretasi secara manual. Hasil dari metode ini adalah data kalsifikasi
tematik dalam format vector. Kodifikasi data ( encoding) dapat secara langsung
dilakukan. Sehingga metode ini sering dikenal juga metode penafsiran
interaktif.Kelebihan dari metode ini adalah penafsir dapat memperhitungkan konsteks spasial wilaya pada saat penafsiran dengan melibatkan lebih dari satu elemen ( unit lahan, bentuk lahan, local knowledge dll) yang tidak mungkin dapat dilakukan dengan metode klasifikasi digital secara langsung. Keuntungan kedua adalah metode ini cocok untuk daerah pada ekuator yang banyak tertutup awan.
Ada dua factor yang harus diperhatikan pada metode ini yakni
1. Kaidah perbesaran ( Zooming)
Tingkat ketelitian pemetaan disesuaikan
dengan tingkat skala yang digunakan . semakin besar skala pemetaannya semakin
rinci informasi yang harus disajikan dan sebaliknya. Penafsiran manual sangat
tergantung dari visualisasi citra. Berbeda dengan penafsiran digital yang tidak
memperhitungkan skala.
Dimensi citra landsat Tm 7+ dapat memberikan ketelitian samapai skala 1 : 50.000. Satu hal yang menjadi kelemahan metode ini adalah ;luas visualisasi monitor computer, dimana semakin besar skala visualisasi semakin kecil luas citra yang tergambarkan begitu pula sebaliknya. Konsekuensi dari hal ini adalah kegiatan melakukan penggeseran visual citra setiap kali berpindah lokasi interpretasi. Dalam praktek ini skal visualisasi diupayakan maksimal 1 : 50.000 , hal ini untuk menjaga kualitas hasil penafsiran .
Dimensi citra landsat Tm 7+ dapat memberikan ketelitian samapai skala 1 : 50.000. Satu hal yang menjadi kelemahan metode ini adalah ;luas visualisasi monitor computer, dimana semakin besar skala visualisasi semakin kecil luas citra yang tergambarkan begitu pula sebaliknya. Konsekuensi dari hal ini adalah kegiatan melakukan penggeseran visual citra setiap kali berpindah lokasi interpretasi. Dalam praktek ini skal visualisasi diupayakan maksimal 1 : 50.000 , hal ini untuk menjaga kualitas hasil penafsiran .
2. Kartografi pemetaan dalam penafsiran citra..
Akurasi
geometric pemetaan melaui penafsiran citra ditentukan oleh dua hal yakni :
- akurasi geometrik citra
- akurasi deliniasi antar obyek yang dipeetakan.
Akurasi geometric ditentukan oleh koreksi geometris yang dilakukan pada citra.
Akurasi deliniasi ditentukan oleh penafsir , apabila kedua hal ini telah dilakukan kaidah kartografis yang harus diperhatikan adalah ukuran luas polygon yang yang harus dideliniasi. Luasan sangat tergantung pada tujuan skala pemetaan yang direncanakan. Proses ini dikenal dengan nama generalisasi pemetaan. Aturannya menentukan luas polygon terkecil adalah 0,5 x 0,5 x skala pemetaan.
Berikut adalah skala generalisasi pemetaan pada tiap skala peta :
a. Skala pemetaan 1 : 50.000 luas polygon terkecil 1, 25 ha
b. Skala pemetaan 1 : 100.000 luas polygon terkecil 2, 5 ha
c. Skala pemetaan 1 : 250.000 luas polygon terkecil 6, 25 ha
- akurasi geometrik citra
- akurasi deliniasi antar obyek yang dipeetakan.
Akurasi geometric ditentukan oleh koreksi geometris yang dilakukan pada citra.
Akurasi deliniasi ditentukan oleh penafsir , apabila kedua hal ini telah dilakukan kaidah kartografis yang harus diperhatikan adalah ukuran luas polygon yang yang harus dideliniasi. Luasan sangat tergantung pada tujuan skala pemetaan yang direncanakan. Proses ini dikenal dengan nama generalisasi pemetaan. Aturannya menentukan luas polygon terkecil adalah 0,5 x 0,5 x skala pemetaan.
Berikut adalah skala generalisasi pemetaan pada tiap skala peta :
a. Skala pemetaan 1 : 50.000 luas polygon terkecil 1, 25 ha
b. Skala pemetaan 1 : 100.000 luas polygon terkecil 2, 5 ha
c. Skala pemetaan 1 : 250.000 luas polygon terkecil 6, 25 ha
Daftar
Pustaka
- Dulbahri, 1985. Interpretasi Citra Untuk survey Vegetasi. Puspics – Bakorsurtanal – UGM, Yogyakarta.
- Lillesand and Kiefer, 1993. Remote Sensing And Image Interpretation, Jhon Villey and Sons, New York.
- Lo, C.P, 1986. Penginderan Jauh Terapan, UI- Press, Jakarta.
- Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
- Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid II, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Selamat Membaca