Sabtu, 08 September 2012

Mikroba


Hampir semua jazad mikro, tumbuhan tinggi dan hewan membutuhkan nitrogen (amonia,nitrat). Bentuk nitrogen anorganikini begitu juga nitrogen organik (protein,asam amino,asam nukleat dll.) relatigf sedikit ditemukan di dalam tanah/air, dan konsentrasinya kadang-kadang merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Kebutuhan tanaman akan N dapat dipenuhi dari berbagai sumber, termasuk dari udara. Untuk mengambil N dari udara tanaman membutuhkan bantuan bakteri simbiotik yang berugas sebagai penambat N. namun selain bakteri imbiotik ada juga bakteri non simbiotik yang dapat menambat N. .
· Bakteri penambat N
Tipe/Sifat
Jenis Mikroorganisme
Asimbiotik/Asosiasi:
Bakteri Aerobik
Bakteri Mikroaerofilik
Bakteri Fakultatif
Bakteri Anaerobik
Blue Green Algae/fotosintetik
Azotobacter, Beijerinckia
Azospirillum, Thiobacillus, Spirillum
Bacillus, Escherichia, Pseudomonas
Clostridium, Desulfovibrio
Nostoc, Anabaena, Rhodospirillum
Simbiotik:
Bakteri
Blue Green Algae
Rhizobium-Legum
Anabaena azollae-Azolla

Penambat Nitrogen non-simbiotik:
-Azotobacter, hidup di rhizosfer tanaman di lahan kering
-Clostridium, hidup di tanah tergenang/ tanah sawah
-Azospirillum, hidup di permukaan / dalam akar
-Cyanobacteria, BGA, hidup di tanah tergenang /tanah sawah
Penambat Nitrogen simbiotik:
-Rhizobium- hidup dalam bintil akar leguminosae
-Anabaena azollae-hidup dalam daun Azolla pinnata
· Penambatan Nitrogen
Penambatan nitrogen adalah proses yang menyebabkan nitrogen bebas digabungkan secara kimia dengan unsur lain. Dalam atmosfer dengan satuan luas satu acre (0,46 ha) tanah diperkirakan ada 35.000 ton nitrogen bebas. Walaupun esensial mutlak bagi kehidupan, tidak satu molekulpun dapat digunakan begitu saja oleh tumbuhan, hewan atau manusia tanpa campur tangan jazad mikro penambat nitrogen.
Sejumlah jazad mikro tanah dan air mampu menggunakan molekul nitrogen dalam atmosfer sebagai sumber N. Jazad mikro ini dibagi menjadi dua kelompok menurut cara penambatan N yang dilakukan yaitu :
Penambatan N secara non-simbiotik, yaitu jazad mikro yang mampu mengubah molekulNmenjadi nitrogen sel secara bebas tanpa tergantung pada organisme hidup lainnya.
Jazad mikro penambat N itu secara enzimatis menggabungkan N atmosfer dengan unsur-unsur lain untuk membentuk senyawa N-organik dalam sel hidup. Dalam bentuk organik ini kemudian N dilepaskan kedalam bentuk terlambat, tersedia bagi tanaman baik secara langsung maupun melalui aktifitas jasad mikro.
Penambatan N non-simbiotik dapat juga terjadi di atmosfer akibat halilintar dan nitrogen oksida yan terbentuk oleh pembakaran mesin dapat mengalami fotokimia dan nitrogen yang terikat dengan cara ini jatuh ke tanah bersama air hujan.
Penambatan Nitrogen Secara Simbiotik
Dalam sistem ini penambatan molekul nitrogen adalah hasil kerja sama mutualisme antara tumbuhan (leun dan tumbuhan lain) dengan sejenis bakteri. Masing-masin simbion secara sendiri-sendiri tidak dapat menambat nitrogen. Simbiosis antara bakteri dengan tumbuhan, misalnya antara species Rhizobium dengan legum adalah endosimbiosis, karena berlangsung didalam tumbuhan. Bakteri hidup dalam sel dan jaringan tumbuhan.
Di dalam tanah, bakteri Rhizobium bersifat organotrof, aerob, bentuk batang pleomorfi, gram negatif, tidak berspora dan berflagella (1-6). Bakteri ini mudah tumbuh dalam media biakan khususnya yang mengandung ragi atau kentang. Suhu optimum antara 25-300C dengan pH optimum 7,0.
Bakteri Rhizobium bila masuk ke dalam sistem perakaran legum menyebabkan pembentukan bintil akar. Dalam bintil akar bakteri berubah bentuk menjadi bakteroid (bentul L,V,Y,T,X). Bakteri dalam bentuk bakteroid dapat menambat nitrogen dari udara dengan bantuan enzim nitrogenase yan dibentuk bakteri. Rhizobium yang tumbuh dalam bintil akar legum mengambil langsun nitrogen dari udara. Dengan aktivitas sselam abersama sel tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun menjadi senyawa nitrogen organik seperti asam amino dan polipeptida yang ditemukan dalam tumbuhan, bakteri dan tanah di sekitarnya. Penyediaan hara nitrogen oleh Rhizobium dapat mencapai 60-75 % dari jumlah yang dibutuhkan tumbuhan.
Agar mendapatkan keuntungan yang maksimum dari kegiatan Rhizobium, kita tidak dapat semata-mata tergantung pada infeksi spontan oleh mikroflora tanah. Banyak tampat yang mengandung Rhizobium yang tidak efektif. Jadi inokulasi dengan galur bakteri Rhizobium terpilih yang sesuai dengan tanaman inangnya dan mempunyai daya saing yang tingi terhadap mikroflora asli pada tanah setempat akan memberikan respons yang sangat nyata.
Penambatan Nitrogen Non-Simbiotik
Penambatan nitrogen secara hayati yang non sinbiotik dilakukan oleh jasad mikro yang hidup bebas. Menurut Tedja Imas dkk. (1989), beberapa jasad mikro yang dapat menambat N2 secara non simbiotik adalah Azotobacter. Bakteri ini bersifat mesofilik dan aerob obligat dengan laju respirasi yang sangat tinggi. Efisiensi penambatan nitrogen rendah sehinga kurang berarti di alam Species lain adalah Beijerinckia dan Derxia, bersifat aerobik dan tumbuh baik pada keadaan asam (sampai pH 3). Bakteri ini umum dijumpai di tanah-tanah trofis.
Ada dua cara yang baik untuk mengukur perubahan nitrogen/penambatan nitrogen adalah :
1. Penggunaan isotop 15Ndengan cara ini jazad mikro yang diteliti ditumbuhkan dengan diberi 15Nmaka akan tergabung ke dalam protoplasma. Tehnik ini cukup sensitif dan tepat, tapi 15N2sangat mahal harganya dan diperlukan alat canggih spektrotometer yang mahal.
2. Dengan uji redaksi asetilin, metode ini berdasarkan pada prinsip bahwa jazad mikro yang dapat mereduksi N2 (berikatan 3) juga dapat mereduksi asetilin (juga berikatan 3).
N = N ------reduksiĆ  2NH3
HC = CH ------reduksiĆ  H2N = CH3
Gas estilen yang merupakan hasil reduksi asetelin dapat ditentukan dengan mudah dengan menggunakan gas kromatografi. Cara ini termasuk sensitif, memerlukan substrat (asetelin) yang tidak mahal, dan gas kromatografi merupakan alat yang umum dipakai di banyak lab.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penambatan nitrogen non simbiotik adalah faktor lingkungan, terutama ciri kimia dan fisika habitatnya (Tedja Imas,1989). Faktor-faktor tersebut meliputi ketersediaan senyawa nitrogen, kesediaan nutrigen anorganik, macam sumber energi yang tersedia, pH, kelembab,dan suhu.
Jazad mikropenambat N2 pada umumnya juga mampu menggunakan amonium, nitrat, dan senyawa nitroge organik. Amonium lebih disukai dan bersama-sama dengan senyawa-senyawa yang dapat diubah menjadi amonium (seperti urea dan nitrat) merupakan penghambat penambatan nitrogfen yang paling efektif.
Bila jazad mikro penambatan nitrogen ditumbuhkan pada media yang mengandung garam-garam amonium dan senyawa nitrogen lainnya, beberapa nutrien anorganik diperlukan dalam jumlah lebih sedikit daipada medium tersebut bebas dari nitrogen. Dalam penambatan nutrigen diperlukan molibdenum, besi, calsium dan kobalt dalam jumlah yang cukup.
Bagi jazad heterotrof, tersedianya sumber energi merupakan faktor utama yang membatasi laju dan besarnya asimilasi N2. Penambatan gula sederhana, selulosa, jerami, atau sisa-sisa tanaman dengan nisbah C/N yang tinggi seringsekali meningkatkan dengan nyata transformasi N.
pH mempunyai pengaruh yang nyata, Azotobacter dan Sianobakteri tergolong sangat peka pada tanah-tanah dengan pH kurang dari 6,0 sedangkan Beijerinckia tidak peka dan dapat tumbuh dan menambat N2 pada pH 3-9.
Kelembab tanah sering kali menentukan laju penambatan nitrogen dan kandungan air optimum tergantung pada tanah yang bersangkutan dan jumlah bahan organik yang tersedia. Bila kelembaban terlalu tinggi maka keadaan aerobik berubah menjadi anaerobik.
Suhu optimum bagi penambatan nitrogen adalah suhu sedang. Penambatan terhenti pada suhu beberapa derajat di atas suhu optimum. Di beberapa daerah beriklim sedang bagian Utara didapati bahwa penambatan nitrogen masih berlangsung sekalipun pada musim dingin. Jazad mikro pelakunya diperkirakan algae atau lumut kerak.
Nitrifikasi
Nitrogen atmosfer memasuki sistem tanah, selanjutnya melalui berbagai tahapan proses sebagian dari nitrogen tersebut dibebaskan dalam danah sebagai ion amonium. N-amonium yang masuk ke dalam tanah digunakan oleh jazad amonifikasi dan jazad mikro lain yang dapat menggunakan senyawa tersebut, sebagian diserap oleh tanaman, serta sebagian lagi diikat oleh meneral liat. Selebihnya akan segera dioksidasi oleh bakteri-bakteri tertentu untuk mendapatkan nitrogen dan energinya. Yang terakhir ini dikenal sebagai nutrifikasi karena hasil akhirnya adalah N-nitrat. Nutrifikasi merupakan tahapan mineralisasi nitrogen sesudah amonifiksi.
Pembentukan nirat merupakan proses kimia alami, yaitu reaksi antara oksigen dan amonium daerah tanah sebagai katalisatornya. Pada tahun 1862, Pasteur mengfajukan hipotesis bahwa pembentukan nitrat tersebut adalah proses biologi yang analog dengan pembentukan alkohol menjadi cuka.
Peran lain mikroba dalam bidang pertanian antara lain dalam teknologi kompos bioaktif dan dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman(biofertilizer). Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoslulotik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. Teknologi kompos bioaktif ini menggunakan mikroba biodekomposer yang mampu mempercepat proses pengomposan dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos, dan ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikkroba akan berperan untuk mengendalikan organisme.

Dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman(biofertilizer), aktivitas mikroba diperlukan untuk menjaga ketersediaan tiga unsur hara yang penting bagi tanaman antara lain, Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalim (K). Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tersebut harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya terlebih dahulu agar bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroba penambat N ada yang hidup bebas dan ada pula yang bersimbiosis. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.

Mikroba tanah lain yang berperan dalam penyediaan unsur hara adalah mkroba pelarut unsur fosfat (P) dan kalium (K). Kandungan P yang cukup tinggi (jenuh) pada tanah pertanian kita, sedikit sekali yang dapat digunakan oleh tanaman karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peran mikroba pelarut P yang melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain:Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium.Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Mikroba sebagai agen biokontrol. Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana ,Paecilomyces

fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae . Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman misalnya: Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), dan Phytoptora sp. Beberapa biokontrol yang tersedia di pasaran antara lain: Greemi-G, Bio-Meteor, NirAma, Marfu-P dan Hamago.

KESIMPULAN

       Nitrogen (N) merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion NO3- atau NH4+ dari tanah. Kekahatan nitrogen (N) merupakan permasalah yang terjadi  di lahan tergenang, dimana kadar nitrogen cenderung rendah sehingga pengelolaan nitrogen pada lahan basah seharusnya menekankan pada aspek biologi (mikrobiologi). Karena itulah untuk meningkatkan ketersediaan dan kadar nitrogen (N) dapat dilakukan dengan memanfaatkan jasa mikrobia penambat nitrogen, baik yang hidup bebas dari kelompok algae hijau-biru seperti Nostoc, Anabaena sp, Gloeothecea, dll., kelompok bakteri seperti Azotobacter, Beijerinckia, Azospirilum dan Clostridium. Pada lahan basah sendiri, sianobakteria seperti Anabaena dan Nostoc merupakan jasad yang paling penting dalam menambat N2 udara. Sebagian sianobakteria membentuk heterosis yang memisahkan nitrogenase yang sensitif terhadap O2 dari ekosistem yang menggunakan O2 (lingkungan aerobik). Sianobakteria penambat nitrogen dapat hidup bersimbiosis dengan jasad lain, seperti dengan jamur pada lumut kerak (Lichenes), dengan tanaman air Azolla misalnya Anabaena azollae. Harus diperhatikan juga bahwa peralihan fungsi lahan basah menjadi lahan pertanian sangat berpotensi dalam penurunan nitrogen termineralisasi (NO), sehingga terjadi penurunan juga terhadap waktu paruh mineralisasi dimana semakin berkurangnya waktu yang digunakan untuk menyediakan nitrogen. Karena itulah dalam pembukaan lahan baru harus memperhatikan keadaan tanah, kelestarian lingkungan, dan sosial ekonomi daerah setempat.

Humus, Material Organik Penyubur Tanah


Humus, Material Organik Penyubur Tanah
            Sewaktu kita belajar di sekolah dasar, kita pernah di ajarkan tentang materi tanah subur. “Tanah yang subur adalah tanah yang banyak mengandung humus” itulah kira-kira ucapan guru kita sewaktu itu. Selain humus, mungkin istilah lain yang juga familiar bila kita membicarakan tanah subur adalah pupuk dan kompos. Ketiga istilah ini saling berkaitan, jika kita menginginkan tanah yang subur, maka kita memerlukan pupuk. Teknik yang umum untuk membuat pupuk adalah dengan pengomposan. Dan kandungan utama dari kompos adalah humus. Humus ini merupakan penentu akhir dari kualitas kesuburan tanah.
            Secara sederhana humus didefinisikan sebagai material organik yang berasal dari degradasi ataupun pelapukan daun-daunan ataupun ranting-ranting tanaman yang membusuk (mengalami dekomposisi) yang akhirnya berubah menjadi humus (bunga tanah), dan kemudian menjadi tanah. Sedangkan secara lebih kimia, humus didefinisikan sebagai suatu kompleks organik makromolekular yang mengandung banyak cincin dan subtituen-subtituen polar seperti fenol, asam karboksilat, dan alifatik hidroksida.
            Humus biasanya berwarna gelap dan dijumpai terutama pada lapisan tanah atas sehingga tidak stabil terutama apabila terjadi perubahan regim suhu, kelembapan dan aerasi. Humus bersifat koloidal seperti liat tetapi amorfous, luas permukaan dan daya jerap jauh melebihi liat dengan kapasitas tukar kation 150-300 me/100 g, liat hanya 8-100 me/100 g.  Humus mempunyai kemampuan meningkatkan unsur hara tersedia seperti Ca, Mg, dan K, humus juga merupakan sumber energi jasad mikro serta memberikan warna gelap pada tanah. [4]
            Humus memiliki kontribusi terbesar terhadap kebertahanan dan kesuburan tanah. [4]Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman dan akan berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Senyawa humus juga berperan dengan sangat memuaskan terutama dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air. Selain itu humus dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, dan juga dapat menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik. Dengan demikian sudah selayaknya pupuk-pupuk organik yang kaya akan humus ini menggantikan peran dari pupuk-pupuk sintesis dalam menjaga kualitas tanah.
            Dewasa ini riset di bidang humus sangatlah aplikatif, hal ini dimungkinkan karena kondisi tanah di Indonesia yang terdapat banyak lahan-lahan marginal yang umumnya berjenis tanah ultisol. Tanah ultisol merupakan jenis tanah yang unsur haranya rendah dan bersifat masam. Untuk meningkatkan kualitas jenis tanah ini sehingga diperlukan penambahan pupuk organik ke dalam tanah yang didalamnya kaya akan humus.
            Sebagaimana telah disinggung diatas, tehnik yang umum untuk menghasilkan humus adalah dengan tehnik pengomposan, karena humus merupakan komponen utama dari kompos. Bahan baku untuk kompos selain dari pada daun ataupun ranting pohon yang berjatuhan, dapat juga dari limbah pertanian dan peternakan, industri makanan, agro industri; kulit kayu, serbuk gergaji (abu kayu), kepingan kayu, endapan kotoran, sampah rumah tangga ataupun limbah-limbah padat perkotaan. Ini berarti sumber bahan baku humus di Indonesia sangatlah melimpah. Selain itu pendaurulangan limbah-limbah organik ini juga menguntungkan karena dapat mengatasi permasalahan limbah dan pencemaran lingkungan.
Komponen Kimiawi Fraksi Humus
            Kompos terutama tersusun atas material organik dan sedikit material anorganik. Hasil dari pemecahan material organik oleh mikrobiologi dalam kompos akan membentuk humus. Fraksi humus ini terdiri dari dua komponen kimiawi yaitu:
a. Humus substans
            Material humus substans disusun oleh 60-80% kompos material organik yang mempunyai ciri warna coklat gelap dengan berat molekul beragam dari 200-300.000 g/mol. Material ini adalah produk sintesis sekunder dari senyawaan organik sederhana yang terbentuk karena pemecahan material organik oleh mikrobiologi. Humus subtans ini dapat dipisahkan atas asam fulvat, asam humat dan humin.

Humus Substans
berat Molekul
Penjelasan
Asam Fulvat
1000-5000 g/mol
Asam fulvat berwarna terang, larut dalam seluruh daerah pH, dan sangat rentan terhadap serangan mikroba
Asan Humat
10.000-100.000 g/mol
Asam humat dibentuk oleh polimerisasi asam fulvat melalui rantai ester, larut dalam basa tapi tidak larut dalam asam
Humin
> 100.000 g/mol
Berwarna coklat gelap, tidak larut dalam asam dan basa, dan sangat resisten akan serangan mikroba
            Selain sebagai penyusun material dari fraksi humus, humus substans, asam humat, dan asam fulvat diatas juga merupakan bahan kimia acuan dalam menentukan kedewasaan kompos. Penentuan kedewasaan kompos ini sangat penting, karena apabila kompos yang kita gunakan pada tanah pertanian belum terkompos sempurna atau komposnya masih muda dapat menyebabkan fitotoksisitas terhadap tanaman dan mempengaruhi lingkungan. Secara umum, kompos segar mengandung asam humat dengan mutu rendah sedangkan mutu asam fulvat tinggi. Mutu humus substans tidak berubah selama pengomposan, namun jumlah asam humat bertambah dari 7-8% dalam material kasar, menjadi 12-14% dalam kompos dewasa.
b. Non material Humat
Bahan non humat terlarut terutama disusun oleh polisakarida terlarut, peptida dan asam-asam amino, lemak-lemak, lilin-lilin dan asam-asam yang mempunyai berat molekul kecil. Senyawa-senyawa ini dengan mudah diserang oleh mikroorganisme dan terdegradasi dalam waktu yang singkat.


Peranan Humus bagi Kualitas Tanah
Kompos yang kandungan terbesarnya adalah senyawa humus merupakan sumber makanan bagi tanaman dan akan berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Senyawa humus juga berperan dengan sangat memuaskan terutama dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air. Selain itu humus dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, dan juga dapat menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik. Dengan demikian sudah selayaknya pupuk-pupuk organik yang kaya akan humus ini menggantikan peranan dari pupuk-pupuk sintesis dalam menjaga kualitas tanah.

Penutup
            Penangganan masalah limbah organik dari lingkungan dengan tehnik pengomposan, telah lama dikenal orang. Tetapi pengkajian yang lebih mendalam sampai ke tingkat struktur kimiawi humus sepertinya sangat jarang berbagai jurnal melakukan riset dan pembahasan sampai kesana. Pengkajian dan penelitian dibidang humus dengan porsi tersendiri pastilah akan membawa manfaat. Setidaknya dengan mengerti informasi kimiawi dari senyawa humus diharapkan peneliti akan dapat mengevaluasi secara tepat stabilitas dan kedewasaan kompos sehingga pengunaan kompos untuk tujuan peningkatan kesuburan tanah akan tercapai.






Pustaka
  • Chefetz, B., Hadar, Y., and Chen, Y. 1998. Dissolved Organic carbon Fraction Formed During Composting of Municipal Solid Waste Properties and Significance. Acta Hydrochemica et Hydrobiologica, 26, 172-179.
  • Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nogroho, M.K. Saul, M.H. Diha, G.B. Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.
  • Leenheer, J.A., Rostad, C.E., Gates, P.M., Furlong, E.T. and Ferrer, I., (2001). Molecular Resolution and Fragmentation of Fulvic Acid by Electrospray Ionization/Multistage Tandem Mass Spectrometry. Analytical Chemistry, 73, 1461-1471.
  • Maizar Syafar. 2005. Limbah Padat sebagai Sumber Humus Substans. Makalah Ilmiah Jurusan Kimia Universitas Lampung.
  • Maizar Syafar. 2005. Kompos; Suatu alternatif Pemanfaatan Limbah Padat. Majalah Natural/Edisi 11/Th VII/Agustus 2005. Bandar Lampung.
  • Stevenson, F.J. 1994. Biochemistry of The Formation of Humic Substances. Humus Chemistry, Genesis, Composition, Reactions, 2nd ed. John Wiley & Sons, New York. 496p

HORIZON NATRIK


HORIZON NATRIK
            Horizon natrik (Bahasa latin, natrium, unsur Na; artinya ada natrium) adalah suatu jenis khusus dari horison argilik, sebagai tambahan terhadapsifat-sifat horison argilik
            Horizon natrik Suatu horison tanah mineral yang  mencukupi syarat horison argilik,  tetapi mempunyai struktur prismatik, tiang, atau bergumpal dan   subhorisonnya mempunyai kejenuhan Na+ dapat tukar >15%.
 Horison ini mempunyai :
            1. Salah satu berikut :
                        a. Struktur prisma, atau umum struktur tiang pada sebagian horizon, biasanya di bagi atas, yang bisa atau tidak bisa pecah menjadi struktur gumpal; atau
                        b. Jarang terjadi, mempunyai struktur gumpal dan lidah-lidah horizon eluvial, yang di dalamnya terdapat butir-butir pasir atau debu tanpa penyelaputan, yang menjulur lebih dari 2,5 cm ke dalam horison di bawahnya; dan
            2. Salah satu berikut :
                        a. Rasio Adsorpsi Natrium (SAR)5 adalah 13 atau lebih, atau kejenuhan Na-dapattukar 15 persen atau lebih, di dalam sebagian sub horison di dalam kedalaman 40 cm dari batas atasnya; atau
                        b. Kandungan Mg dapattukar di tambah Na-dapattukar lebih besar dari pada Ca-dapattukar ditambah kemasaman pertukaran (pada pH 8,2) di dalam sebagian subhorison di dalam 40 cm dari batas atasnya, apabila rasio adsorpsi Natrium adalah 13 atau lebih (atau persentase Na-dapattukar 15 persen atau lebih) di dalam sebagian horizon di dalam kedalaman 200 cm dari permukaan.
            Persentase Natrium Dapattukar (Exchangeable Sodium Percentagge:ESP) digunakan dalam definisi horison natrik dan dalam sejumlah taksa lainnya. Sejak naska ini ditulis , U.S Salinity Laboratory (komunikasi pribadi dengan C.A Bawer) telah merevisi defenisi tanah-tanah sodik atau alkalis, dan metode untuk mengukur Rasio adsorpsi natrium di ukur dengan metode biasa bila daya hantar ekstrak jenuh (Electrical Conduktivity: EC) kurang dari 20 ds per m pada 250C. Apabila daya hantar listrik sebesar 20 ds atau lebih, SAR lebih dari 10, SAR ditentukan pada contoh tanah yang telah dicuci dengan air destilasi sampai EC cairan perkolat menurun sampai kira-kira 4 ds per m, tetapi tidak kurang dari 4. ESP sebesar 15 atau lebih dapat di ganti dengan SAR sebesar 13 atau lebih, apabila EC cukup besar sehingga memerlukan nilai koreksi untuk garam melarut dalam perhitungan ESP. Apabila EC cukup rendah (4 atau kurang) tidak di perlukan koreksi untuk garam melarut, ESP dapat ditentukan secara langsung dari kation-kation dapattukar.

Sistem Informasi Geografis


Pengertian Sistem Informasi Geografis
Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum l ainnya. Komponen utama SIG adalah sistem komputer, data geospatial dan pengguna.
Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras ( hardware), perangkat lunak (software) dan prosedur untuk penyusunan pemasukkan data, pengolahan, analisis, pemodelan (modelling), dan penayangan data geospatial.
Sumber-sumber data geospatial adalah peta digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik dan dokumen lain yang berhubungan. Data geospatial dibedakan menjadi data grafis dan data atribut , Data grafis mempunyai tiga elemen : titik (node), garis (arc) dan luasan (poligon) dalam bentuk vector ataupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran, bentuk, posisi dan arah. Fungsi pengguna adalah untuk memilih informasi yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran yang efisien, menganalisis hasil yang dikeluarkan untuk kegunaan yang diinginkan dan merencanakan aplikasi.
Membangun Web Mapping
Secara harfiah web mapping berarti pemetaan internet, tetapi bukan memetakan internet, dan tidak berarti hanya menampilkan peta ke dalam sebuah situs internet. Jika hanya menampilkan peta statis pada sebuah situs maka tidak ada perbedaan antara web mapping dengan peta yang ada pada media tradisional lainnya. Web mapping bisa dibuat sebagai perangkat pengawasan (monitoring) sebuah pelaksanaan pekerjaan/proyek, khususnya yang menyangkut ma salah ruang. Jika dihubungkan dengan sebuah database yang selalu up-to-date atau real-time, web mapping juga bisa menjadi informasi yang bagus bagi masyarakat luas . Satu keunggulan web mapping dibanding peta konvensional adalah interaktivitas. Peta yang ditampilkan bisa menjadi dinamis menurut besaran, lokasi/arah, waktu, sekala dan tema. Pengunjung bisa memilih sendiri informasi apa yang ingin mereka lihat, dan menampilkannya secara bersamaan. Beberapa situs web mapping bahkan memasukkan fungsi analisis seperti menghitung jarak, membuat rute, pengelompokan data dan sebagainya.
Vektor dan Raster
            Vektor adalah struktur data yang digunakan untuk menyimpan data spasial. Data Vektor adalah terdiri dari garis atau lengkungan, yang di definisikan sebagai awal dan akhir sebuah titik yang bertemu yang dinamakan node. Lokasi dan topologi dari node tersebut disimpan secara ekplisit. Atributnya didefinisikan oleh batasan-batasannya (boundary) sendiri dan kurva garis digambarkan sebagai seri dari lengkungan yang saling terhubung.

            Peta Raster adalah peta yang diperoleh dari fotografi suatu areal, foto satelit atau foto permukaan bumi yang diperoleh dari komputer.

Data Raster

Kelebihan :
  • Letak geografis dinyatakan secara eksplisit berdasarkan posisi pixel/grid cell
  • Sifat penyimpanan data dalam matriks membuat analisis data lebih mudah dan cepat
  • Sifatnya inherent (tiap area memiliki atribut sendiri) sehingga memudahkan pemodelan matematik atau analisa kuantitatif
  • Kompatibel dengan data lain dan alat keluarannya (monitor, printer dan plotter)
Kekurangan :
  • Resolusi ditentukan oleh ukuran sel, makin kecil makin akurat tetapi makin besar datanya
  • Sulit untuk analisis jaringan dan representasi feature garis karena tergantung ukuran pixel
  • Pemrosesan data atribut dikaitkan dengan data spasial akan merepotkan karena sifatnya yang inherent tadi
  • Karena sebagian besar data rujukan berbentuk vektor maka diperlukan konversi dari raster ke vektor
  • Hasil cetak data raster tidak sebaik hasil cetak data vektor (jigsaw)

Data Vektor

Kelebihan :
  • Data dipresentasikan pada resolusi yang sesungguhnya
  • Hasil cetak vektor lebih estetis dan memenuhi standar kartografi
  • Sebagian besar data rujukan berbentuk vektor/peta, jadi tidak perlu konversi data
  • Lokasi geografis dapat dibuktikan keakuratannya
  • Informasi topologi dapat disimpan dengan efisian, sehingga analisapun bisa efisien


Kekurangan :
  • Koordinat tiap titik/verteks harus disimpan secara eksplisit
  • Diperlukan pembentukan struktur topologi yang memakan waktu dimana setiap perubahan perlu pembangunan ulang struktur tersebut
  • Algoritma vektor kompleks dengan waktu proses yang tinggi untuk data besar
  • Data kontinu, seperti tinggi permukaan bumi perlu dilakukan dengan cara interpolasi
  • Analisis spatial, registrasi dan filtering tidak dapat dilakukan dengan pendekatan vektor

Pertanian Terpadu


             Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.

            Pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.

            Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di alam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik yang dihasilkan dalam sistem pertanian terpadu ini memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran.
Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk kedalam tanah. Meningkatkan kapasitas sangga tanah Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian yang integral dalam system pertanian tersebut.  Analisis input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan shorgum. Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar. Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.
Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat. Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke depan.
 Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi.  Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk. Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman tanaman musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon. Sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum banyak mendapat perhatian. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa.  Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : (1) tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2) meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma, (4) mengurangi penggunaan herbisida, (5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan (6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan MARROS Bio-Activa yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.


Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P.  Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap. Output yang dihasilkan adalah hasil pertanian utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama 3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3 dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.

Pertanian Terpadu Lebih Menguntungkan
            Pertanian konvensional dengan sistem monokultur dianggap dapat memberikan hasil produksi yang maksimal. Nyatanya, sistem monokultur dalam jangka panjang justru boros energi. Mungkinkah pertanian terpadu menjadi solusinya?
            Dikutip dari artikel dalam jurnal Agronomi yang terbit Maret-April 2007, ketersediaan energi dan perubahan iklim menjadi tantangan baru dalam dunia pertanian. Sistem pertanian industri yang selama ini menerapkan metode monokultur dan penggunaan input dari luar seperti pupuk kimiawi dan pestisida kimia dalam jangka panjang justru menurunkan hasil produksi dan daya dukung lingkungan.
            Dalam laporan Persatuan Bangsa-Bangsa yang berjudul “Millenium Ecosystem Assessment Synthesis Report” 2005 lalu, diperkirakan permintaan akan pangan meningkat 70-85 persen dalam 50 tahun ke depan. Sedangkan permintaan akan air bersih meningkat antara 30-85 persen.
            “Jika kita dapat menjalankan sistem pertanian yang lebih hemat energi, lebih adaptif terhadap perubahan iklim, dan mulai mengganti sistem monokultur dengan pertanian diversifikasi, segala keuntungan ekonomi yang nanti didapat ini bisa menjadi dorongan bagi petani untuk beralih ke pertanian yang lebih kompleks,” ujar Kirschenmann, peneliti yang menulis paper mengenai pertanian dan perubahan iklim.
            Ia menambahkan, untuk mengatasi ini dibutuhkan pertanian yang lebih hemat energi, mempertahankan keanekaragaman hayati pertanian serta mampu mencapai produksi optimum melalui diversifikasi produk meski dalam lahan yang terbatas. Ciri ini dimiliki oleh pertanian    terpadu dan organik.
Hal senada diungkapkan Indro Surono, pegiat dan Inspektor Pertanian Organik yang telah aktif berkegiatan di bidang pertanian organik selama lebih dari 10 tahun. Indro menjelaskan, menurut sebuah riset yang dilakukan di Swiss selama 20 tahun, penerapan pertanian organik dan pertanian terpadu lebih hemat energi.
            “Dengan pertanian terpadu dan pertanian organik ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya,” kata Indro.
            Penggunaan pupuk kimiawi tersebut terlalu mengikat karbon sehingga lebih menguras energi. Maka menurut hasil penelitian tersebut, Pertanian Organik dan Terpadu berkontribusi pada pengurangan pemakaian karbon.
           
            Dihubungi terpisah, Noviansyah, Deputi Direktur PT Masasi Indonesia yang bergerak di bidang akses pasar dan pelatihan agribisnis mengatakan bahwa pertanian terpadu dan organik lebih baik karena lebih hemat energi dan menjaga rantai energi agar tidak terputus mulai dari budidaya, panen dan pasca panen.
            “Syaratnya adalah tidak ada energi yang terbuang. Tidak ada proses pembakaran misalnya jerami, padi ataupun limbah jagung tidak boleh dibakar, tidak boleh keluar dari usaha tani, dan harus kembali ke tanah,” ujar Novi.
Sumber Penghasilan Beragam

            Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu dan organik adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran.
            Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.
            “Dengan demikian tidak hanya andalkan satu sumber penghasilan. Monokultur riskan terhadap hama karena sebabkan hama senang. Dengan polikultur ada keseimbangan biologis, musuh ada kawan sehingga serangan hama tidak begitu banyak,” ujar Novi yang pernah aktif sebagai aktivis pertanian berkelanjutan.
            Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomas yang besar.
            “Bekas gabah dan jerami saja bisa dijadikan kompos. Kalau minimal tidak dikembalikan ke tanah bisa diubah menjadi bahan bakar seperti briket. Bahkan potensinya lebih besar daripada biogas,” ujar Novi.

Kesimpulan
•   Tidak ada keraguan mengenai manfaat dari Sistem Pertanian Terpadu baik bagi petani, lingkungan maupun negara
•   Sistem Pertanian Terpadu merupakan strategi terbaik mengatasi kelangkaan sumberdaya pertanian baik modal, pupuk, pestisida untuk meningkatkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat.
•   Dengan Pertanian terpadu, hampir semua aktivitas pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologi berkelanjutan
•   Dengan Sitem Pertanian Terpadu dapat menjawab tuntutan kosnumen yang sadar mengenai pentingnya kelstarian lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan, dan kesejahteraan tenaga kerja
•   Pengabaian konsep sistem pertanian terpadu, baik karena kedunguan atau karena prasangka bodoh akan menyebabkan kebanyaka petani tetap miskin dan kehilangan semua manfaat yang semestinya diperoleh dari sumberdaya alam yang sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi hak-hak sasai mereka.