Sabtu, 08 September 2012

Pertanian Terpadu


             Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.

            Pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.

            Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di alam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik yang dihasilkan dalam sistem pertanian terpadu ini memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran.
Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk kedalam tanah. Meningkatkan kapasitas sangga tanah Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian yang integral dalam system pertanian tersebut.  Analisis input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan shorgum. Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar. Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.
Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat. Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke depan.
 Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi.  Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk. Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman tanaman musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon. Sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum banyak mendapat perhatian. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa.  Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : (1) tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2) meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma, (4) mengurangi penggunaan herbisida, (5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan (6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan MARROS Bio-Activa yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.


Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P.  Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap. Output yang dihasilkan adalah hasil pertanian utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama 3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3 dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.

Pertanian Terpadu Lebih Menguntungkan
            Pertanian konvensional dengan sistem monokultur dianggap dapat memberikan hasil produksi yang maksimal. Nyatanya, sistem monokultur dalam jangka panjang justru boros energi. Mungkinkah pertanian terpadu menjadi solusinya?
            Dikutip dari artikel dalam jurnal Agronomi yang terbit Maret-April 2007, ketersediaan energi dan perubahan iklim menjadi tantangan baru dalam dunia pertanian. Sistem pertanian industri yang selama ini menerapkan metode monokultur dan penggunaan input dari luar seperti pupuk kimiawi dan pestisida kimia dalam jangka panjang justru menurunkan hasil produksi dan daya dukung lingkungan.
            Dalam laporan Persatuan Bangsa-Bangsa yang berjudul “Millenium Ecosystem Assessment Synthesis Report” 2005 lalu, diperkirakan permintaan akan pangan meningkat 70-85 persen dalam 50 tahun ke depan. Sedangkan permintaan akan air bersih meningkat antara 30-85 persen.
            “Jika kita dapat menjalankan sistem pertanian yang lebih hemat energi, lebih adaptif terhadap perubahan iklim, dan mulai mengganti sistem monokultur dengan pertanian diversifikasi, segala keuntungan ekonomi yang nanti didapat ini bisa menjadi dorongan bagi petani untuk beralih ke pertanian yang lebih kompleks,” ujar Kirschenmann, peneliti yang menulis paper mengenai pertanian dan perubahan iklim.
            Ia menambahkan, untuk mengatasi ini dibutuhkan pertanian yang lebih hemat energi, mempertahankan keanekaragaman hayati pertanian serta mampu mencapai produksi optimum melalui diversifikasi produk meski dalam lahan yang terbatas. Ciri ini dimiliki oleh pertanian    terpadu dan organik.
Hal senada diungkapkan Indro Surono, pegiat dan Inspektor Pertanian Organik yang telah aktif berkegiatan di bidang pertanian organik selama lebih dari 10 tahun. Indro menjelaskan, menurut sebuah riset yang dilakukan di Swiss selama 20 tahun, penerapan pertanian organik dan pertanian terpadu lebih hemat energi.
            “Dengan pertanian terpadu dan pertanian organik ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya,” kata Indro.
            Penggunaan pupuk kimiawi tersebut terlalu mengikat karbon sehingga lebih menguras energi. Maka menurut hasil penelitian tersebut, Pertanian Organik dan Terpadu berkontribusi pada pengurangan pemakaian karbon.
           
            Dihubungi terpisah, Noviansyah, Deputi Direktur PT Masasi Indonesia yang bergerak di bidang akses pasar dan pelatihan agribisnis mengatakan bahwa pertanian terpadu dan organik lebih baik karena lebih hemat energi dan menjaga rantai energi agar tidak terputus mulai dari budidaya, panen dan pasca panen.
            “Syaratnya adalah tidak ada energi yang terbuang. Tidak ada proses pembakaran misalnya jerami, padi ataupun limbah jagung tidak boleh dibakar, tidak boleh keluar dari usaha tani, dan harus kembali ke tanah,” ujar Novi.
Sumber Penghasilan Beragam

            Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu dan organik adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran.
            Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.
            “Dengan demikian tidak hanya andalkan satu sumber penghasilan. Monokultur riskan terhadap hama karena sebabkan hama senang. Dengan polikultur ada keseimbangan biologis, musuh ada kawan sehingga serangan hama tidak begitu banyak,” ujar Novi yang pernah aktif sebagai aktivis pertanian berkelanjutan.
            Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomas yang besar.
            “Bekas gabah dan jerami saja bisa dijadikan kompos. Kalau minimal tidak dikembalikan ke tanah bisa diubah menjadi bahan bakar seperti briket. Bahkan potensinya lebih besar daripada biogas,” ujar Novi.

Kesimpulan
•   Tidak ada keraguan mengenai manfaat dari Sistem Pertanian Terpadu baik bagi petani, lingkungan maupun negara
•   Sistem Pertanian Terpadu merupakan strategi terbaik mengatasi kelangkaan sumberdaya pertanian baik modal, pupuk, pestisida untuk meningkatkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat.
•   Dengan Pertanian terpadu, hampir semua aktivitas pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologi berkelanjutan
•   Dengan Sitem Pertanian Terpadu dapat menjawab tuntutan kosnumen yang sadar mengenai pentingnya kelstarian lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan, dan kesejahteraan tenaga kerja
•   Pengabaian konsep sistem pertanian terpadu, baik karena kedunguan atau karena prasangka bodoh akan menyebabkan kebanyaka petani tetap miskin dan kehilangan semua manfaat yang semestinya diperoleh dari sumberdaya alam yang sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi hak-hak sasai mereka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar